Nasional
Wanita Perlu Raih Jabatan di Semua Lini
Para aktifis perempuan yang tergabung dalam organisasi pekerja transportasi melakukan seminar sehari untuk membahas hak-hak pekerja wanita di sektor transportasi, di Jakarta, Rabu (28/9). Seminar dihadiri puluhan pekerja wanita anggota serikat pekerja transpor yang berafilisasi dengan Federasi Pekerja Transport Internasional atau ITF (International Transport workers Federation) di Jakarta, Rabu (28/9). Antara lain Kesatuan Pelaut Indoneisa (KPI), Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA), SP JICT (Jakarta International Container Terminal), Terminal Peti Kemas (TPK) Koja, SP IKAGI (Ikatan Awak Kabin Garuda), SEKARGA (Serikat Karyawan Garuda dan UWSI (Union Women Seafarer Indonesia), dengan nara sumber utama dari TURC (Trade Union Right Center).
Kesimpulan hasil seminar antara lain menegaskan bahwa profesi dan karir pekerja perempuan perlu ditingkatkan, sehingga mampu meraih jabatan di semua lini tanpa diskriminasi dengan pria, termasuk mendapat penghasilan yang layak dan perlindungan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “Peningkatan profesionalisme dan karir bagi pekerja perempuan dapat dilakukan antara lain melalui pendidikan dan pelatihan. Namun profesionalisme dan karir yang dicapai tidak boleh meninggalkan kodratnya sebagai wanita,” kata Ketua ITF Asia Pasifik, Hanafi Rustandi.
Hasil seminar selain akan disampaikan kepada pemerintah, juga akan dibawa ke Konferensi ITF Asia Pasifik di Tokyo, Jepang, pada November 2016. Peserta seminar yang kebanyakan aktifis perempuan, lanjut Hanafi, banyak menyoroti kesetaraan gender yang belum dapat terlaksana di semua lini. Banyak wanita yang menjadi nakhoda kapal dan pilot pesawat, tapi untuk jabatan rating (pelaut) justru masih terjadi diskriminasi. Masalah yang mencuat lainnya adalah belum adanya standarisasi upah pelaut dan diskriminasi upah antara WNI dengan pelaut asing, meski mereka bekerja di satu kapal. Ini perlu segera diatasi sehingga tidak terjadi diskriminasi di kapal, baik dalam jabatan maupun penghasilan.
Selain itu, pekerja wanita juga menuntut perlindungan yang adil, khususnya pekerja kontrak waktu tertentu (PKWT) atau yang berstatus outsourching (alih daya). Mereka juga menuntut hak-hak normatif bagi wanita, misalnya cuti haid, melahirkan dan tunjangan kesejahteraan. Di sisi lain, perusahaan juga wajib memberi jaminan ketika pekerja mengalami kecelakaan kerja sehingga tidak dapat melaksanakan tugas sehari-hari, dalam bentuk kepastian kerja, kepastian gaji dan tunjungan lainnya.
Terkait soal itu, Hanafi memberi dukungan dan mendesak pemerintah untuk merealisasikan. Menurut dia, pekerja wanita juga dapat berfungsi sebagai sokoguru ekonomi keluarga, terutama bagi mereka yang berstatus single parent. “Tapi bagaimanapun tingginya jabatan yang dicapai, ya harus tetap pada kodratnya sebagai wanita. Meski mendapat penghasilan yang lebih tinggi dari suami, wanita harus tetap dapat melaksanakan tuagsnya sebagai ibu rumah tangga yang baik,” sambung Hanafi. (Redaksional KPI)
- Pengalihan Bendera Kapal Asing Harus Diawasi Ketat
- Perayaan Day of the Seafarer 2016
- Kasus Pembajakan FV. NAHAM 3
- KPI Tak Akan Layani Tuntutan KLB
- KPI Terapkan Lembaga Tripartit Dalam Hubungan Industrial Sub-Sektor Pelayaran